“Kampus Keluarga Besar”
Di sebuah kota kecil, berdirilah Kampus Kembang Ilmu—dulu harum namanya, harum pula prestasinya.
Sampai suatu hari, Pak Magnus diangkat menjadi Rektor. Warga kampus menyambut gembira, sebab kabarnya beliau “visioner.”
Tapi tak lama, papan pengumuman dipenuhi nama-nama baru:
Posisi | Nama Baru | Hubungan dengan Rektor |
---|---|---|
Dosen Tetap Filsafat | Bu Melati | Istri |
Dosen Tetap Kimia | Mas Angkasa | Putra |
Dosen Tetap Sejarah | Mbak Cempaka | Putri |
Dosen Tetap Seni | Om Kenanga | Kakak ipar |
Dosen Tetap Bahasa | Keponakan Dahlia | Keponakan |
Mahasiswa berbisik, “Sepertinya kampus kita sudah ganti nama: Kampus Keluarga Besar.”
Bab I – Sesi Kuliah
-
“Selamat pagi,” sapa Bu Melati di kelas Filsafat.
“Hari ini kita bahas Etika Nepotisme Modern.”
Mahasiswa menahan tawa, sebab slide pertama berbunyi:“Nepotisme? Asal semua senang, apa salahnya?”
-
Mas Angkasa mengajar Kimia, tapi tabel periodiknya tertukar dengan silsilah keluarga.
Mahasiswa yang bertanya soal valensi malah disuruh hafal nama sepupu. -
Om Kenanga memberi ujian Seni. Soalnya:
“Gambarkan betapa tampannya Pak Magnus saat rapat senat.”
Nilai yang tinggi tentu hanya milik mereka yang menggambar hidung Pak Magnus dengan sudut terbaik.
Bab II – Reuni Akbar Akreditasi
Tim asesor datang. Mereka bertanya,
“Publikasi ilmiah terkini?”
Mbak Cempaka menjawab, “Kami punya jurnal keluarga—Jurnalia Saudara—semua editor bersaudara!”
Asesor tercengang, akreditasi pun meluncur turun layaknya daun gugur. SK pengumuman tiba: Akreditasi C.
Spanduk lama yang bertuliskan “Unggul dan Mandiri” diganti:
“Unggul dalam Persaudaraan, Mandiri dalam Penilaian Sendiri.”
Bab III – Bisik-bisik Perpustakaan
Di pojok perpustakaan, dua mahasiswa berdiskusi:
A: “Kalau begini terus, skripsi kita diterima enggak ya?”
B: “Tenang, asal judulnya tentang kejayaan keluarga Magnus, pasti lulus.”
Dan begitulah, judul-judul skripsi bermunculan:
“Pengaruh Kumis Pak Magnus terhadap Motivasi Akademik Mahasiswa”
“Strategi Silaturahmi sebagai Kurikulum Inti”
Epilog
Pada akhirnya, Kampus Kembang Ilmu merindukan masa kejayaannya.
Suatu malam, patung di halaman—dulu melambangkan Dewi Pengetahuan—berbisik tertiup angin:
“Ilmu tak pernah pilih kasih;
Yang merawatnya haruslah bersih.”
Namun patung itu kini dikelilingi papan nama baru bertuliskan:
“Didonasikan oleh Keluarga Besar Magnus—dengan penuh kebanggaan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar